Rabu, 16 Februari 2011

PUISI

PUISI: DEFINISI DAN UNSUR-UNSURNYA

1. Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan (1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.

2.1 Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji/ citraan, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi lima, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), imaji raba atau sentuh (imaji takti)l, imaji penciuman, dan imaji pencecapan. Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
Jenis2 citraan pada puisi:
1.Citraan penglihatan(visual)
yaitu citraan yg dihasilkan oleh penglihatan
contoh: meleleh air racun dosa

2.Citraan pendengaran(auditif)
yaitu citraan yg ditmbulkan oleh pendengaran
contoh: hanya selagu sepanjang dendang

3.Citraan perabaan (taktil)
yaitu citraan yg dihslkan oleh perabaan
contoh: menggaruki rasa gatal di sukmanya

4.Citraan penciuman
yaitu citraan yg ditmbulkan oleh penciuman
contoh: tubuhmu menguap bau tanah

5.Citraan pencecapan
yaitu citraan yg ditimbulkan oleh pencecapan
contoh: neraka adalah rasa pahit di mulut
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.

2.2 Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.

3. Pendekatan dalam Mengapresiasi Puisi
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi dan prinsip yang berhubungan dengan sifat-sifat puisi. Pendekatan dalam mengapresiasi puisi terdiri dari pendekatan terhadap teks puisi serta pendekatan dalam membaca puisi.

a. Pendekatan Parafrasis
Sesuai hakikatnya, puisi mengunakan kata-kata yang padat. Oleh sebab itu, banyak puisi yang tidak mudah untuk dapat dipahami terutama oleh pembaca pemula. Ada pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan penyair dalam bentuk baru yaitu menyisipkan kata atau kelompok kata dengan tujuan memperjelas makna puisi tersebut. Pendekatan ini bertujuan menguraikan kata yang padat dan menkonkretkan yang bermakna kias.

b. Pendekatan Emotif
Pendekatan ini berupaya mengajak emosi atau perasaan pembaca, berkaitan dengan keindahan penyajian bentuk atau isi gagasan. Yang ingin diketahui pembaca adalah bagaimana penyair menampilkan keindahan tersebut. Pendekatan ini juga sering diterapkan untuk memahami puisi humor, satire, serta sarkastis.

c. Pendekatan Analitis
Cara memahami isi puisi melalui unsur intrinsik pembentuk puisi. Unsur intrinsik adalah unsur yang secara langsung membangun puisi dari dalam karya itu sendiri. Unsur intrinsik puisi terdiri dari tema, amanat, nada, perasaan, tipografi, enjambemen, akulirik, rima, gaya bahasa, dan citraan.

Citraan merupakan suatu gambaran mental atau suatu usaha yang dapat dilihat di dalam pikiran (Laurence, 1973). Citraan tersebut termuat dalam kata-kata yang dipakai penyair. Citraan atau imaji dibagi menjadi:
1) Visual imagery
2) Auditory imagery
3) Smell imagery
4)Tactile imagery

d. Pendekatan Historis
Unsur ekstrinsik dapat terdiri dari unsur biografi penyair yang turut mempengaruhi puisinya, unsur kesejarahan atau unsur historis yang menggambarkan keadaan zaman pada saat puisi tersebut diciptakan, masyarakat, dan lain-lain.

e. Pendekatan Didaktis
Pendekatan ini berupaya menemukan nilai-nilai pendidikan yang tertuang dalam puisi. Agar dapat menemukan gagasan tersebut, pembaca dituntut memiliki kemampuan intelektual dan kepekaan.

f. Pendekatan Spsiopsikologis
Berupaya memahami kehidupan sosial, budaya, serta kemasyarakatan yang tertuang dalam puisi. Puisi yang dapat dipahami menggunakan pendekatan sosiopsikologis serta pendekatan didaktis adalah puisi naratif.
Irama dan Rima
Irama ialah keselarasan bunyi yang ada pada puisi yang dibentuk oleh pergantian tekanan kata. Sedangkan rima adalah persamaan bunyi yang ada dalam barisbaris puisi (sajak).
Macam-macam sajak (rima)
Macam-macam Rima
1. RIMA BERDASARKAN BUNYI

1. Rima Sempurna
Seluruh suku akhirnya berirama sama
Contoh :
ma – lang
ma – ti
pa – lang
ha - ti

2. Rima Tak Sempurna
Hanya sebagian suku akhir yang sama
Contoh :
pu – lang
pa - gi
tu – kang
ha - ri

3. Rima Mutlak
Seluruh kata berima
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenagan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau-silau

Kata jua yang diulang dua kali pada tempat yang sama itu berima mutlak.


4. Rima Terbuka
Yang berima adalah suku akhir suku terbuka dengan vokal yang sama.
Contoh :
bu – ka
ba – tu
mu – ka
pa – lu

5. Rima Tertutup
Yang berima itu suku akhir suku tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama.
Contoh :
hi – lang
su – sut
ma – lang
ta – kut

6. Rima Aliterasi
Yang berima adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
Bukan beta bijak berperi
Pandai mengubah madahan syair

Bunyi b pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.

7. Rima Asonansi
Yang berima adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata, baik pada satu baris maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
se – cu – pak
tum - bang
se – cu – kat
mun - dam

Yang disebut asonansi ialah vokal-vokal e – u – a dan u – a pada kata-kata tersebut di atas.

8. Rima Disonansi
Rima ini adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata seperti pada asonansi tetapi memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Contoh :
Tin – dak tan – duk
( i– a / a – u )
Mon – dar man – dir
( o – a / a – i )

2. BERDASARKAN LETAK KATA-KATA DALAM BARIS

1. Rima Awal
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada awal-awal kata.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda jangan suka berpangku tangan

2. Rima Tengah
Apabila kata-kata yang berima terletak di tengah.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemudi kaulah harapan negeri

3. Rima Akhir
Apabila kata-kata yang berima terletak pada akhir.
Bentuk ini banyak digunakan dalam bentuk Pantun, Syair dan Gurindam.
Contoh :
Tolong - menolong umpama jari
Bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
Itulah misal Tuhan memberi

4. Rima Tegak
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada baris-baris yang berlainan.
Contoh :
Terlipat
Terikat
Engkau mencari
Terang matahari
Melambai
Melombai
Engkau beringin
Digerak angin
Terhibur
Terlipur
Engkau bermalam
Di tepi kolam

(J.E. Tatengkeng)

5. Rima Datar
Apabila rima kata-kata yang berima itu terdapat pada baris yang sama.
Contoh :
Air mengalir menghilir sungai

(bunyi ir pada akhir ketiga kata)

6. Rima Sejajar
Apabila sepatah kata dipakai berulang-ulang dalam kalimat yang beruntun.
Contoh:
Dapat sama laba
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapung sama hanyut
Terendam sama basah.

7. Rima Berpeluk (Rima Berpaut)
Apabila umpamanya baris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga.
Rima ini terletak pada bentuk Soneta dengan rima a – b – b – a
Contoh :
Perasaan siapa ta’kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang sajak di tepi padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )

8. Rima Bersilang (Rima Salib)
Rima yang letaknya berselang-selang.
Misalnya baris pertama berima dengan baris ketiga, dan baris kedua berima dengan baris keempat.
Rima ini dapat kita jumpai dalam bentuk Pantun yang berumus
a – b – a – b.
Contoh :
Burung nuri burung dara ( a )
Terbang ke sisi taman kayangan ( b )
Karangan janggal banyak tak kena ( a )
Daripada paham belum sempurna ( b )

2.9. Rima Rangkai
Apabila kata-kata yang berima terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun.
Bentuk ini dapat kita jumpai dalam bentuk Syair dengan rumusnya
a – a – a – a ; b – b – b –b
Contoh :
Hatiku rindu bukan kepalang ( a )
Dendam berahi berulang-ulang ( a )
Air mata bercucuran selang menyelang ( a )
Mengenangkan adik kekasih abang ( a )

Diriku lemah anggotaku layu ( b )
Rasakan cinta bertalu-talu ( b )
Kalau begini datanglah selalu ( b )
Tentulah kanda berpulang dahulu ( b )

10. Rima Kembar
Apabila kalimat yang beruntun dua-dua berima sama.
Misalnya dengan abjad a – a – b – b atau c – c – d – d – e – e dan seterusnya.
Contoh :
Sedikitpun matamu tak berkerling ( a )
Memandang ibumu sakit berguling ( a )
Air matamu tak bercucuran ( b )
Tinggalkan ibumu tak penghiburan ( b )

( J. E. Tatengkeng)

11. Rima Patah
Apabila dalam bait-bait puisi ada kata yang tidak berima sedangkan kata-kata lain pada tempat yang sama di baris-baris lain memilikinya.
Rumus rima patah adalah a – a – b – a atau b – c – b – b
Contoh :

Beli baju ke pasar Minggu ( a )
Jangan lupa beli duku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
Jangan lupa ajaklah daku ( a )

Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
Jangan lupa membesi dasi ( c )
Jangan suka jajan permen ( b )
Lebih baik dibelikan semen ( b )

12. Rima Merdeka
Tidak ada yang bersajak
Contoh :
Hanya sebuah bintang ( a )
Kelip kemilau ( b )
Tercapak di langit ( c )
Tidak berteman ( d )

(Aoh Kartadimadja)

3. RIMA MENURUT RUPANYA

Rima Rupa
Rima rupa hanya terdapat pada puisi-puisi Melayu Klasik yang ditulis dengan huruf Arab – Melayu.
Tulisan ( bentuknya ) tampak sama, tetapi bunyinya berbeda.
Contoh :
1. Tulisan kata ramai dengan rami.
2. Tulisan kata lampau dengan lampu.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita lihat contoh berikut ini :
Contoh :
1. Kota Jakarta yang berpenduduk hampir tujuh juta orang itu sangat ramai.
2. Pada masa lampau kehidupan masyarakat masih sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar